Ketahui cara mengelola sampah masker bekas dan limbah infeksius
Setelah pandemi covid-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, tepatnya pada akhir tahun 2019 dan awal 2020. Masyarakat diwajibkan untuk memakai masker sebagai bentuk antisipasi dan mencegah penyebaran virus ini. Seperti yang diketahui, jika virus corona menyebar melalui droplet. Karena kondisi ini, kebutuhan akan masker pun meingkat drastis sampai sempat mengalamai kelangkaan karena panic buying dan ada oknum yang sengaja menimbun masker.
Masker medis sekarang ini tidak hanya digunakan untuk pasien dan tenaga medis saja, tetapi juga dibutuhkan oleh masyarakat luas. Akibatnya, selain berdampak pada kesehatan, pandemi juga berdampak untuk menimbulkan masalah sampah anorganik berupa tumpukan sampah masker bekas pakai dan limbah medis. Terus bagaimana cara mengelola sampah masker bekas dan limbah infeksius ini? Akan kami jelaskan pada pembahasan di bawah ini.
Fakta tumpukan sampah masker medis
Laman Katadata menghimpun beberapa data terkait sampah masker medis selama pandemi, di antaranya studi dari University of Southern Denmark. Dalam studi itu diperkirakan ada sekitar 129 miliar masker yang dibuang setiap bulan. Sedangkan dalam laporan “Mask on the Beach” dari Ocean Asia 2020, menyebut ada sebanyak 1,6 miliar sampah anorganik berupa masker medis berakhir di lautan.
Jika diumpamakan, jumlah itu setara dengan 5,5 ton sampah plastik. Bisa dibayangkan, ada berapa banyak masker sekali pakai yang terbuang selama hampir tiga tahun pandemi ini? Untuk itu Anda harus ikut serta dalam mengatasi masalah ini dengan cara mengelola masker bekas dan limbah infeksius.
Mengapa sampah masker medis sulit dikelola?
Masker sekali pakai termasuk dalam golongan sampah anorganik yang sulit terurai. Karena masker ini terbuat dari salah satu jenis plastik polipropilen (PP). Seperti yang diketahui, plastik butuh waktu hingga ratusan tahun untuk benar – benar terurai. Ini menjadi salah satu alasan untuk mengelola sampah masker bekas sekali pakai. Selain itu, masker sekali pakai yang dibuang sembarangan dapat mencemari lingkungan, dan membahayakan makhluk hidup lain. Seperti penyu yang terjerat tali masker, atau hewan laut yang mengira masker sebagai ubur – ubur dan memakannya. Jika terus dibiarkan, keberadaan makhluk laut ini pun jadi terancam.
Belum lagi persoalan masker sekali pakai yang berpotensi menyebarkan virus jika tidak dibuang dengan benar. Melansir dari laman Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebut jika masker sekali pakai yang dikategorikan sebagai limbah B3 medis padat adalah masker medis yang digunakan di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) saja. Jika sampah anorganik seperti masker medis dibuang saat berada di fasilitas pelayanan kesehatan, akan diolah bersama dengan limbah medis lain (sarung tangan bekas, perban, tisu bekas, hingga APD dan lain sebagainya), sesuai prosedur pengelolaan limbah medis lainnya. Sedangkan masker sekali pakai yang digunakan di lingkungan masyarakat, dikategorikan sebagai sampah anorganik yang termasuk dalam pengelolaan limbah padat domestik.
Kecuali masker yang dikenakan pasien Covid-19, masker sekali pakai yang biasa digunakan sehari – hari selama pandemi tidak termasuk dalam limbah B3 medis, sampah anorganik ini termasuk dalam kategori limbah padat khusus dan harus diperlakukan seperti limbah infeksius. Disebutkan dalam Pedoman Pengelolaan Limbah Fasyankes Covid-19 Kemenkes, jika masker sekali pakai, sarung tangan bekas, tisu atau kain yang mengandung droplet hidung dan mulut harus diperlakukan khusus.
Cara mengelola limbah dan sampah anorganik medis
Agar tidak menyebabkan penularan virus yang merugikan, cara memperlakukan limbah khusus ini sedikit berbeda dengan sampah lainnya. Berikut langkah – langkah untuk mengelola sampah masker bekas dan limbah infeksius lainnya:
- Menyediakan tiga wadah limbah padat domestik berbeda untuk sampah organik, sampah anorganik, dan limbah padat khusus. Agar lebih mudah, sediakan kantong plastik dengan warna yang berbeda di setiap wadahnya. Jangan campurkan limbah infeksius dengan sampah lain.
- Sebelum dibuang, lakukan desinfeksi pada masker sekali pakai dan limbah infeksius lain. Salah satunya dengan merendamnya dalam larutan desinfektan, klorin, atau pemutih. Lalu keringkan masker bekas tersebut.
- Ubah bentuk masker agar tidak disalahgunakan. Caranya dengan menggunting masker, atau merusak tali masker.
- Begitu dimasukkan dalam wadah sampah khusus untuk limbah infeksius, tutup sampah dan buang ke tempat sampah tertutup.
- Setelah membuang limbah infeksius, jangan lupa untuk mencuci tangan dengan sabun.
Selain membuang ke tempat sampah domestik, limbah infeksius yang telah didesinfeksi bisa dikirimkan ke perusahaan atau organisasi yang berfokus pada bidang ini. Sama seperti Dumask Indonesia yang menerima sampah anorganik untuk didaur ulang, beberapa perusahaan ini menerima masker bekas seperti Wastechange dan Yayasan Upakara Persada Nusantara.
Jika tidak sempat mengirimkan masker bekas pakai ke perusahaan – perusahaan tersebut atau enggan membuangnya ke tempat pembuangan domestik. Anda bisa mengelola sampah masker bekas sendiri dengan melakukan daur ulang. Misalnya membuat pita atau hiasan seperti bunga palsu, membuat kantong pengharum dari masker bekas, dan masih banyak lagi lainnya.
Selain tujuannya untuk mengurangi penyebaran virus, melakukan daur ulang masker bekas pakai ini juga baik dilakukan untuk mengurangi penumpukan limbah di tempat pembuangan. Tetapi jika Anda enggan untuk menambah tumpukan masker bekas di tempat sampah, maka Anda bisa menguranginya dengan menggunakan masker pakai ulang yang terbuat dari kain.